MONEY LAUNDRING SEBAGAI TINDAK PIDANA
KHUSUS
DI SUSUN OLEH KELOMPOK III
KELAS : D
FANDI AKBAR ( 1003101010128 )
MUHAMAD PRANA ASTAMAN ( 1003101010129
)
T. FERDI AZHARI ( 1003101010171 )
EDY MULYANA ( 1003101010174 )
PUTRI SANIA ( 1003101010176 )
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
BANDA
ACEH
2012
KATA
PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT yang selalu
mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dan tak lupa pula selawat dan salam kita hadirkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman kebodohan menuju zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Makalah ini sengaja ditulis guna untuk memenuhi tugas
makalah mata kuliah Hukum Pidana Khusus sekaligus untuk melakukan proses pembelajaran selaku
mahasiswa.
Makalah ini membahas tentang Money
Laundering sebagai Tindak Pidana Khusus. Kami dari kelompok III menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangannya. Untuk itu Kami dari kelompok III mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak agar
makalah ini dapat lebih baik lagi.
Yang terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada dosen
pengajar ibu Ida Keumala Jumpa, S.H,. Mhum, yang telah mendukung keberhasilan makalah ini.
Wassalamu`alaikum Wr.Wb.
kelompok III
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang Masalah 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 3
Sistematika Penulisan 3
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA 5
BAB
III ANALISIS PERMASALAHAN 6
kekhususan Undang – Undang No 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang sehingga Money
Laundering Dikelompokkan
Kedalam Hukum Pidana Khusus 6
BAB IV PENUTUP 10
Kesimpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pada saat ini,
pencucian uang atau yang dalam istilah bahasa inggrisnya disebut money
laundering, sudah merupakan fenomena dunia dan merupakan tantangan bagi dunia
internasional. Walaupun begitu, tetap tidak ada defenisi yang berlaku universal
dan komprehensif mengenai apa yang disebut dengan pencucian uang atau money
laundering. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha
dan perusahaan, institusi – institusi, organisasi – organisasi, negara – negara
yang sudah maju dan negara – negara dunia ketiga maupun para ahli masing –
masing mempunyai defenisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang
berbeda – beda. Apa yang dimaksud dengan money laundering adalah tindakan –
tindakan yang bertujuan untuk menyamarkan uang hasil tindak pidana sehingga
seolah – olah dihasilkan secara halal atau untuk pengertian lebih jelasnya,
money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan
oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang dihasilkan
dari kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal – usul
uang tersebut dari pihak berwenang dengan cara memasukkan uang tersebut kedalam
sistem keuangan ( financial system ) sehingga kemudian uang tersebut dapat
dikeluarkan dari sistem keuangan tersebut sebagai uang halal.
Menurut pendapat Iza Fadri bahwa money
laundry sebagai suatu kejahatan lapis kedua (predicate crime) yang
merupakan kejahatan yang menyertai kejahatan asal, kejahatan pencucian uang
merupakan kejahatan yang dapat bersembunyi didalam sistem keuangan dan
perbankan di suatu negara, sehingga kejahatan atau tindak pidana ini menjadi
perhatian karena adanya beberapa hal yang menyangkut kekhususan di bidang
keuangan dan perbankan. Kekhususan ini adalah adanya rahasia bank dan rahasia
transaksi perbankan yang dijamin dalam undang undang,sehingga sistem perbankan
sebagai suatu industri merupakan suatu bentuk pelayanan kepada masyarakat,
namun disisi lain adanya semangat penegakan hukum yang bersifat universal,
bahwa tidak ada tempat untuk menyembunyikan dan bersembunyinya kejahatan.[1]
Kasus Gayus Tambunan yang menjadi
topik hangat dalam setiap pemberitaan tentunya mengalihkan pandangan publik
terhadap kasus century. Kejahatan Pajak merupakan kejahatan kerah Putih (white
colour crime), maksudnya adalah kejahatan ini dilakukan oleh seseorang yang
memiliki keahlian dibidangnya sehinga dalam melakukan kejahatan tidak hanya
dilakukan sendiri melainkan melibatkan pihak-pihak tertentu. Pada Kasus Tindak
Pidana Pajak dimana disinyalir Dana yang patut dicurigai pada rekening Gayus
Tambunan yaitu sebesar Rp.25.000.000.000 (dua puluh lima milyar rupiah),
tentunya hal ini sudah dapat kita kategorikan bahwa aliran dana dengan jumlah
yang besar seperti itu patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud
untuk menyembunyikan dan menyamarkan hasil asal-usul harta kekayaan sehingga
pencucian uang yang dilakukan Gayus tidak lain adalah untuk membuat uang
tersebut sebagai harta kekayaan yang sah.[2]
Indonesia
menganut sistem devisa bebas, sebuah keadaan yang menimbulkan efek setiap orang
bebas mengendalikan lalu lintas valuta asingnya, baik itu memasukan atau
membawa keluar dari wilayah yurisdiksi negara Indonesia. Ketentuan tersebut
termuat dalam PP No.1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu
lintas Devisa. Pada konsepnya PP No.1 Tahun 1982 Dimaksudkan untuk mengatasi
keterbatasan dana bagi pembangunan nasional, atau dengan kata lain, dengan
adanya peraturan tersebut diharapkan mampu menarik para investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia, namun ternyata konstelasi tersebut juga
menimbulkan ekses negatif di lain sisi, yaitu pesatnya pertumbuhan terjadinya money
laundering atau pencucian uang.
Sistem Perbankan berikut peraturannya di
Indonesia telah memberikan celah untuk tumbuh dan berkembangnya praktek money
laundering. Di dalam peraturan perbankan Indonesia terdapat ketentuan yang
melindungi kerahasiaan dari para nasabahnya (Pasal 41 UU.No.10 tahun 1998
tentang Perbankan). Hal inilah yang yang dijadikan alat berlindung para pelaku
tindak pidana money laundering (pencucian uang). Peraturan tersebut juga
menyebutkan bahwa untuk pengusutan perbankan, kerahasiaan bank baru bisa dibuka
setelah ada surat permohonan dari Menteri Keuangan ke Gubernur BI. Setelah
disetujui, barulah pimpinan BI sebagaimana diatur dalam Peraturan BI
No.2/19/PBI/2000 mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan
dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat bank. Kendati peraturan
tersebut masih bisa membuka peluang untuk mendeteksi adanya praktek
cuci-mencuci uang, namun hal tersebut belum cukup untuk menghentikan praktek
money laundering karena sulitnya pembuktian bahwa praktek ini termasuk sebagai
tindak kejahatan. Kelemahan ini, ternyata ‘didukung’ dengan peraturan lain
seperti Surat Dirjen Pajak Nomor 07/PJ/1996 tentang Perlakuan Perpajakan atas
Deposito dan atau Tabungan dan SK Direksi BI Nomor 29/192/KEP/DIR tanggal 26
Maret 1996 tentang Pedoman Penerimaan Pinjaman Komersial Luar Negeri Bank.
Dalam Surat Dirjen Pajak tersebut disebutkan bahwa tidak akan dilakukan pengusutan
asal-muasal tabungan dan deposito berjangka.[3]
1.2 Rumusan Masalah
·
Apa saja kekhususan Undang – Undang No 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sehingga Money
Laundering dikelompokkan kedalam hukum pidana Khusus ?
1.3 Tujuan
· Dapat diketahui seluk
beluk dari tindak pidana pencucian uang.
· Untuk mengetahui sejauh
mana kekhususan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010.
1.4 Sistematika
Penulisan
· Bab
I :
PENDAHULUAN, berisi tentang uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
serta sistematika penulisan.
· Bab
II
: TINJAUAN PUSTAKA, berisi tentang teori – teori.
·
Bab III :
ANALISIS PERMASALAHAN, berisi tentang kekhususan Undang – Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sehingga Money
Laundering dikelompokkan kedalam Hukum Pidana Khusus.
· Bab
IV : PENUTUP, berisi tentang
kesimpulan dan saran.
[2] Indriani, Santi. 2010. Tindak
Pidana Pajak dan Money Laundering. Brawijaya. Hal 82
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Mengapa pencucian uang harus
dilawan? Karena pencucian uang merupakan suatu kejahatan yang menghasilkan
harta kekayaan dalam jumlah yang sangat besar atau asal usul harta kekayaan itu
merupakan hasil kejahatan, kemudian lalu disembunyikan atau disamarkan dengan
berbagai cara yang dikenal dengan pencucian uang. Kejahatan ini semakin lama
semakin meningkat oleh karenanya harus dicegah bahkan harus diberantas agar
intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang
jumlahnya besar dapat diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomian negara
dan keamanan negara terjaga. Pencucian ini merupakan kejahatan transnasional
karena melintasi batas wilayah negara-negara. Pemberantasannya tidak dapat
dilakukan sendiri, tetapi agar efektif harus dilakukan kerjasama internasional
melalui forum bilateral atau multilateral dan harus memenuhi standar
internasional (Santi Indriani, 2010
).
Terdakwa
juga dibebani kewajiban untuk membuktikan, tetapi peranan penuntut umum tetap
aktif dalam membuktikan dakwaannya. Pada beban pembuktian ini jika terdakwa
mempunyai alibi dan ia dapat membuktikan kebenaran alibinya maka beban
pembuktian akan berpindah ke penuntut umum untuk membuktikan sebaliknya. Dalam
beban pembuktian ini yang mempunyai beban pembuktian adalah terdakwa, sedangkan
penuntut umum akan bersikap pasif, bila terdakwa gagal melakukan pembuktian
maka dia akan dinyatakan kalah, sistem ini merupakan penyimpangan dari asas
pembuktian itu sendiri ( Benny Swastika,
2011 ).
BAB
III
ANALISIS
PERMASALAHAN
3.1 kekhususan Undang – Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
sehingga Money Laundering Dikelompokkan
Kedalam Hukum Pidana Khusus
Hukum Pidana khusus
mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan terhadap hukum pidana umum, baik
dibidang Hukum Pidana Materil maupun dibidang Hukum Pidana formil. Hukum Pidana Khusus
berlaku terhadap perbuatan tertentu dan atau untuk golongan / orang-orang
tertentu ( ketentuan khusus ).
·
Kekhususan
Hukum Pidana Khusus dibidang Hukum Pidana Materil.
1. Hukum Pidana bersifat elastis. ( ketentuan khusus )
2. Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman (menyimpang)
3. Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran. (
ketentuan khusus )
4. Perluasan berlakunya asas teritorial (ekstera teritorial). (menyimpang/
ketentuan khusus)
5. Sub. Hukum berhubungan/ ditentukan berdasarkan kerugian keuangan
dan perekonomian
negara. ( ketentuan khusus )
6. Pegawai negeri merupakan sub. Hukum tersendiri. ( ketentuan
khusus )
7. Mempunyai sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk
memasukkan tindak pidana yang
berada dalam UU lain asalkan UU lain itu
menetukan menjadi tindak pidana. (
ketentuan.khusus )
8. Pidana denda + 1/3 terhadap korporasi. ( menyimpang )
9 Perampasan barang bergerak , tidak bergerak (ketentuan khusus)
10 Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam UU itu. (
ketentuan khusus )
11. Tindak pidana bersifat transnasional. ( ketentuan khusus )
12. Adanya ketentuan yurisdiksi
dari negara lain terhadap tindak pidana yang terjadi.
( ketentuan khusus )
13. Tindak pidananya dapat bersifat politik. ( ketentuan khusus)
14. Dapat pula berlaku asas retro active.
·
Penyimpangan
terhadap Hukum Pidana Formal.
2.
Perkara
pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain.
3.
Adanya
gugatan perdata terhadap tersangka/terdakwa TP Korupsi.
4.
Penuntutan
Kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian negara.
5.
Perkara
pidana Khusus di adili di Pengadilan khusus (HPE).
6.
Dianutnya
Peradilan In absentia.
7.
Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank.
8.
Dianut
Pembuktian terbalik.
9.
Larangan
menyebutkan identitas pelapor.
10. Perlunya pegawai penghubung.
11.
Dianut TTS
dan TT.
Tetepi
didalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang ada beberapa kekhususan didalam undang – undang
ini, dimana dapat dilihat didalam pasal 72 ayat 2, pasal 73, pasal 77, pasal 79
dan pasal 83.
·
Pasal 72 ayat
2
Dalam
meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ), bagi penyidik,
penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundang –
undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan Transaksi Keuangan lain.
·
Pasal 73
Alat bukti
yang sah dalam pembuktian tindak pidana Pencucian Uang ialah :
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum
Acara Pidana dan/ atau
b. alat bukti lain berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau alat yang serupa optik dan dokumen.
·
Pasal 77
Untuk
kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa
Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.
·
Pasal 79
1. Dalam
hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang
pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa
hadirnya terdakwa.
2. Dalam hal terdakwa hadir pada sidang
berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa dan segala
keterangan saksi dan surat yang dibacakan dalam sidang yang sekarang.
3. Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran
terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor
pemerintah daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.
4. Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum
putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan
telah melakukan tindak pidana Pencucian Uang, hakim atas tuntutan penuntut umum
memutuskan perampasan Harta Kekayaan yang telah disita.
5. Penetapan perampasan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 4 ) tidak dapat dimohonkan upaya hukum.
6. Setiap orang yang berkepentingan dapat
mengajukan keberatan kepada pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 5 ) dalam waktu 30 ( tiga puluh ) hari sejak
tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ).
·
Pasal 83
1. Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, penuntut
umum, atau hakim wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor.
2. Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) memberikan hak kepada
pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan.[5]
Dari
ketentuan penjelasan diatas telah dapat beberapa kekhususan didalam Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 2010, dimana kekhususan tersebut bertentangan dengan KUHP
dan KUHAP yaitu :
·
Didalam Pasal
72 ayat 2 tentang terobosan rahasia bank.
·
Didalam Pasal
73 tentang penjelasan alat bukti yang tidak menggunakan KUHP.
·
Didalam Pasal
77 tentang pembuktian terbalik.
·
Didalam Pasal
79 tentang peradilan in absentia dimana tanpa hadirnya terdakwa.
·
Didalam Pasal
83 tentang larangan pemberitahuan rahasia pelapor.
[4] Ketentuan dalam UU No.
31/ 1999 jo UU No 30/2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat
melakukan penyidikan dan penuntutanTindak Pidana Korupsi., dapat mengambil alih
perkara tindak pidana korupsi baik pada
tingkat penyidikan dan atau penuntutan (Ps 8 UU No 30/2002) dan Santi Indriani, 2010.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tindak
pidana pencucian uang yaitu kejahatan kerah putih maksudnya adalah kejahatan
ini dilakukan oleh seseorang yang memiliki keahlian dibidangnya sehinga dalam
melakukan kejahatan tidak hanya dilakukan sendiri melainkan melibatkan
pihak-pihak tertentu. Dimana tindak pidana ini seolah – olah uang haram dirubah
menjadi uang halal dengan pengalihan yang berbagai cara. Tindak pidana
pencucian uang termasuk dalam hukum pidana khusus karena sudah ada undang –
undang yang mengaturnya, yaitu Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010. Didalam
undang – undang ini ada beberapa kekhususan yang bertentangan dengan KUHP dan
KUHAP. Dimana dapat dilihat didalam pasal – pasal Undang Nomor 8 Tahun 2010
yaitu :
·
Didalam Pasal
72 ayat 2 tentang terobosan rahasia bank.
·
Didalam Pasal
73 tentang penjelasan alat bukti yang tidak menggunakan KUHP.
·
Didalam Pasal
77 tentang pembuktian terbalik.
·
Didalam Pasal
79 tentang peradilan in absentia dimana tanpa hadirnya terdakwa.
·
Didalam Pasal 83 tentang larangan
pemberitahuan rahasia pelapor
4.2 Saran
·
Dimana Undang – Undang Pencucian Uang yang
telah dibuat oleh legeslatif bersama pemerintah agar pihak penegak hukum dalam
penerapannya, betul – betul menjalankan apa yang ada didalam undang – undang
tersebut tanpa pandang bulu. Sehingga tidak ada lagi kerugian negara oleh para
pihak yang melakukan tindak pidana pencucian uang.
DAFTAR
PUSTAKA
Swastika,
Benny. 2011. Penerapan Asas Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. FH UI: Jakarta.
Indriati,
Santi. 2010. Tindak Pidana Pajak dan Money Laundering. Jakarta.
Iza, Fadri. 1994. “Seminar Nasional Pemutihan Uang Hasil
Kejahatan (Money Laundering Crime),
www.Legalitas.org
Komariah, Rukiah.2010. Artikel “Tindak Pidana Perpajakan
dalam Penghindaran Penyimpangan, Penipuan
dan Pemalsuan Pajak”. www.legalitas.org
Suwarsono,
9 September 2004. “Peran Kejaksaan dalam Melawan Praktek Pencucian Uang”. Makalah disampaikan pada Acara
Pemahaman Tindak Pidana Pencucian Uang. Diselenggarakan
oleh Departemen Hukum dan HAM di Medan. \wamp\www\legweb\incl-php\style.inc
on line 16
UU.No.
31 Tahun 1999 Jo UU. No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor
UU.No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang